Friday 15 April 2016

// // Leave a Comment

ALL ABOUT ULANGAN TENGAH SEMESTER 2 2016 SMK NEGERI CIKALONG KULON.


مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf: 18)



عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ
"Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga)." – (QS.74:30)
4.      Sighat atau Ikrar Wakaf
Yang dimaksud dengan sighat wakaf ialah kata-kata atau pernyataan yang dinyatakan atau diucapkan oleh seseorang yang berwakaf (Abdurrahman, 1994: 49). Sebagaimana dinyatakan dalam KHI pasal 215 ayat (3) jo PP No. 28 tahun 1977 pasal 1 ayat (3) menyatakan “Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah benda miliknya.” Dalam ikrar atau sighat itu dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan, dengan menggunakan kata “Aku mewakafkan” atau “Aku menahan” atau kalimat semakna lainnya.
Ikrar wakaf adalah tindakan hukum yang bersifat deklamatif (sepihak). Untuk itu diperlukan adanya kabul (penerimaan) dari orang yang menikmati manfaat wakaf tersebut (Rofiq, 1997: 497).
Namun demikian, demi tertib hukum dan administrasi guna menghindari penyalahgunaan benda wakaf, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan secara organik mengatur perwakafan. Dalam pasal 5 PP No. 28 1977 jo pasal 218 KHI dinyatakan:
a)   Pihak yang mewakafkan tanahnya harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada nadzir dihadapan pembantu Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (2) yang kemudian menuangkan dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
b)   Dalam keadaan tertentu, penyimpangan dari ketentuan dimaksud ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama.
Para fuqoha telah menetapkan bahwa sighat wakaf, seperti rukun yang lain, juga harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
a.       Sighat wakaf itu harus mengandung pernyataan yang berarti Jumhur. Wakaf itu tidak boleh bersifat sementara, sebab wakaf itu dilakukan untuk taqarrub kepada Allah, karenanya tidak sepantasnya bersifat sementara. Sedangkan menurut Malikiyah, wakaf itu boleh bersifat sementara untuk sekian tahun atau beberapa bulan kemudian barang wakaf itu kembali lagi kepada orang yang berwakaf.
b.    Sighat itu harus mengandung arti tegas dan tunai, tidak boleh pula ditangguhkan untuk masa yang akan datang. Sebab wakaf itu mengandung ketentuan pemindahan pemilikan ketika akad diucapkan. Jadi, sighat itu tidak boleh bersyarat, seperti ucapan “Aku wakafkan ini setelah Zaid datang” dan lain sebagainya. Menurut yang disebut terakhir, wakaf itu boleh bersyarat dan boleh ditangguhkan realisasinya pada masa yang telah ditetapkan oleh orang yang berwakaf.
c.       Sighat wakaf harus mengandung kepastian, artinya suatu wakaf tidak boleh diikuti syarat kebebasan memilih bagi orang yang berwakaf dan mensyaratkan bahwa dirinya atau orang lain boleh mengambilnya kapan saja bila dikehendaki.
d.   Sighat wakaf harus tidak diikat dengan syarat-syarat yang batil. Seperti seseorang yang muwakaf mensyaratkan barang yang diwakafkan tetap sebagai miliknya atau mensyaratkan sebagian dan hasil wakaf itu untuk perbuatan maksiat.
Khusus bagi Syafi’iyah, sighat wakaf tersebut harus mengandung penjelasan tempat atau tujuan  akaf, artinya seseorang yang berwakaf harus menjelaskan kemana dan untuk siapa atau untuk apa wakaf itu diberikan.


Wakaf senilai dengan amal jariyah, karena ia bukan sekedar sedekah biasa, disebabkan pahala dan manfaatnya lebih besar diperoleh (pahala mengalir terus) bagi orang yang mewakaf kan. Perhatikan Firman Alloh dan hadis berikut. QS. Ali Imran {3} : 92 dan QS. Al- Hajj {22} :77.


  • Lafaz yang jelas (soreh). Contoh, “saya mewakafkan tanah saya seluas satu ekar di Kampung Rampayan Sabah kepada pihak MUIS bermula 1 Ogos 2016”.
  • Lafaz simbolik (kinayah), lafaz yang tidak menyebut perkataan wakaf tetapi boleh membawa erti wakaf termasuk lafaz dalam bentuk tulisan, isyarat dan simbolik. Contoh, “saya serahkan hartaku kepada fakir miskin selama-lamanya”.
Penduduk
Ø Mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam wilayah suatu negara.
Bukan Penduduk
Ø  Mereka yang berada dalam suatu wilayah negara hanya untuk sementara waktu.
Cth: Turis sedang berlibur.
Warga Negara
Ø  Mereka yang berdasarkan hukum merupakan anggota dari suatu negara tertentu.
Bukan Warga Negara
Ø  Mereka yang tinggal di suatu negara tetapi tidak menjadi anggota negara yang bersangkutan.

Perbedaa


0 komentar:

Post a Comment