INSTRUMEN
HAM INTERNASIONAL
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hak
Asasi
Manusia menjadi sorotan utama seiring berkembangnya gagasan demokrasi
yang seiring berkembangnya gagasan demokrasi yang semakin mendunia.
Persoalan ini tidak saja menjadi sorotan masyarakat dan organisasi
internasional seperti PBB, tetapi juga pemerintahan yang peduli
terhadap upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM. Dengan
demikian, kita harus menyadari bahwa masalah Hak Asasi
Manusia adalah masalah bersama dalam menuntut partisipasi aktif
untuk menghargai dan melindunginya demi kelangsungan kehidupan
manusia yang beradab. PBB
pada tahun 1948 telah mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia. Pengakuan masyarakat internasional tentang Hak Asasi Manusia
semakin kuat dengan banyaknya konvensi internasional mengenai Hak
Asasi Manusia.1[1]
Untuk lebih jelasnya tentang HAM Internasional ini akan dibahas dalam
bab selanjutnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
konvensi hak anak?
2.
Bagaimana
konvensi menentang penyiksaan?
3.
Bagaimana
konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi?
4.
Bagaimana
konvensi anti diskriminasi terhadap perempuan?
C.
Tujuan
1.
untuk lebih mengetahui apa itu instrument ham internasional ham
2.
agar dapat lebih berhati hati dalam bertindak agar tidak terjerumus
ke dalam ham yang tidak baik
3.
agar lebih tau makna dan kaedah ham
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konvensi
Hak Anak
Anak
merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa serta sebagai
sumber daya manusia di masa depan yang merupakan modal bangsa bagi
pembangunan yang berkesinambungan.2[2]
Materi substantif hak anak dalam Konvensi Hak Anak (KHA)
dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
1.
Hak terhadap kelangsungan hidup (survival
rights)
Ialah
hak-hak anak dalam Kovensi Hak Anak yang meliputi hak-hak untuk
melestarikan dan mempertahankan hidup
dan
hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang
sebaik-baiknya.
Mengenai
hak terhadap kelangsungan hidup didalam KHA terdapat pada pasal 6 dan
pasal 24 KHA. Dalam pasal 6 KHA tercantum ketentuan yang mewajibkan
kepada setiap negara peserta untuk menjamin kelangsungan hak hidup,
kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Pasal 24 KHA mengatur
mengenai kewajiban negara-negara peserta untuk menjamin hak atas
taraf kesehatan tertinggi yang bisa di jangkau dan untuk memperoleh
pelayanan kesehatan ddan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan
primer.
Dalam
pasal 24 KHA dikemukakan beberapa langkah kongkrit yang harus
dilakukan negara-negara peserta mengimplementasi hak hidup anak,
yaitu :3[3]
a.
Untuk melaksanakan menurunkan angka kematian bayi dan anak (vide
pasal 24 ayat 2 huruf a).
b.
Menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan khususnya pelayanan
kesehatan primer (vide pasal 24 ayat 2 huruf b).
c.
Memberantas penyakit dan kekurangan gizi termasuk dalam rangka
pelayanan kesehatan primer (vide pasal 24 ayat 2 huruf c).
d.
Penyediaan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan bagi
ibu-ibu (vide pasal 24 ayat 2 huruf d).
e.
Memeperoleh informasi serta akses pada pendidikan dan mendapat
dukungan pada pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi (pasal 24
ayat 2 huruf e).
f.
Mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang
tua serta penyuluhan keluarga berencana (vide pasal 24 ayat 2 huruf
f).
g.
Mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang
berprasangka buruk terhadap pelayanan kesehatan (vide pasal 24 ayat
3), dan pengembangan kerja sama internasional (vide pasal 24 ayat 4).
Hak
terhadap kelangsungan hidup
berkaitan
pula dengan beberapa pasal relevan dengan hak terhadap kelangsungan
hidup
itu
yaitu pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 19, pasal 20, pasal 21, pasal
23, pasal 26, pasal 27, pasal 30, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal
35, pasal 38.
2.
Hak terhadap perlindungan (protection
rights).
Ialah
hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak perlindungan
dari diskriminasi, tindak kekerasan dan penerlantaran bagi anak yang
tidak mempunyai keluarga (bagi anak-anak pengungsi). Hak terhadap
perlindungan merupakan hak anak yang penting. Kenyataannya anak-anak
sering menderita berbagai jenis pelanggaran, perkosaan sebagai akibat
dari keadaan ekonomi, politik dan lingkungan sosial. Hak terhadap
Perlindungan dibedakan atas 3 (tiga) kategori, yaitu:
a.
Pasal-pasal
mengenai larangan diskriminasi anak: Pasal 2 tentang prinsip non
diskriminasi terhadap hak-hak anak, Pasal 7 tentang hak anak untuk
mendapatkan nama dan kewarganegaraan, Pasal 23 tentang hak anak-anak
penyandang cacat memperoleh pendidikan, perawatan dan latihan khusus,
Pasal 30 tentang hak anak-anak dari kelompok masyarakat minoritas dan
penduduk asli.
b.
Pasal-pasal
mengenai larangan eksploitasi anak:
·
Pasal
10 tentang hak anak untuk berkumpul kembali bersama orangtuanya dalam
kesatuan keluarga, apakah dengan meninggalkan atau memasuki negara
tertentu untuk maksud tersebut.
·
Pasal
11 tentang kewajiban negara untuk mencegah dan mengatasi penculikan
atau penguasaan anak diluar negeri.
·
Pasal
16 tentang hak anak untuk memperoleh perlindungan dari gangguan
terhadap kehidupan pribadi.
·
Pasal
19 tentang kewajiban negara untuk melindungi anak dari segala bentuk
salah perlakuan yang dilakukan oleh orangtua atau orang lain yang
bertanggung jawab atas pengasuhan mereka.
·
Pasal
20 tentang kewajiban negara untuk memberikan perlindungan khusus bagi
anak-anak yang kehilangan lingkungan keluarga mereka.
Adapun
pasal yang berkaitan mengenai larangan eksploitasi anak yaitu Pasal
21, Pasal 25, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal
37, Pasal 39 dan Pasal 40.
c.
Pasal
mengenai krisis dan keadaan darurat anak
Untuk
menjelaskan hak-hak anak atas perlindungan dari krisis
dan
keadaan darurat dapat dirujuk dalam pasal-pasal berikut: Pasal 10
tentang mengembalikan anak dalam kesatuan keluarga. Pasal 22 tentang
perlindungan terhadap anak-anak dalam pengungsian. Pasal 25 tentang
peninjauan secara periodik mengenai penempatan anak. Pasal 38 tentang
konflik bersenjata atau peperangan yang menimpa anak. Pasal 39
tentang perawatan rehabilitasi. Dalam kertas kerja yang berjudul A
Guide for Non-Governmental Organzations Reporting to the Committee on
the Rights of the Child,
dirinci beberapa pasal perlindungan khusus,
yaitu
:4[4]
1.
Anak-anak dalam situasi darurat,
yakni:
anak-anak dalam pengungsian (vide pasal 22), anak-anak dalam (korban)
peperangan atau konflik bersenjata (vide pasal 38).
2.
Anak-anak yang berkonflik dengan hukum,
yakni
masalah prosedural peradilan anak (vide pasal 40), anak-anak yang
berada dalam penekanan terhadap kebebasan (vide pasal 37),
re-integrasi sosial anak-anak dan penyembuhan fisik dan psikologis
anak (vide pasal 39).
3.
Anak-anak dalam situasi eksploitasi,
yakni;
eksploitasi ekonomi seperti pekerja anak (vide pasal 32),
penyalahgunaan obat bius dan narkotika (vide pasal 33), eksploitasi
seksual dan penyalahgunaan seksual (vide pasal 34), bentuk-bentuk
eksploitasi lainnya (vide pasal 36), perdagangan anak, penculikan dan
penyelundupan anak (vide pasal 35).
4.
Anak-anak dari kelompok minoritas atau anak-anak penduduk suku
terasing (vide pasal 30).
d.
Hak
untuk tumbuh kembang (development
rights)
Ialah
hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi segala bentuk
pendidikan dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi
perkembangan fisik, mental, spritual, moral dan sosial anak. Mengenai
hak untuk tumbuh kembang dalam KHA pada intinya terdapat hak untuk
memperoleh akses pendidikan dalam segala bentuk dan tingkatan, dan
hak yang berkaitan dengan taraf hidup secara memadai untuk
pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak.
Hak
anak atas pendidikan,
diatur
dalam pasal 28 dan pasal 29 Konvensi Hak Anak. Pasal 28 ayat 1, hak
anak untuk mendapatkan pendidikan dan sekaligus memberikan langkah
konkrit bagi terselenggarakannya hak pendidikan. Untuk menjelaskan
Hak untuk tumbuh kembang
dalam
KHA mengacu kepada beberapa pasal, yaitu pasal 17 (hak untuk
memperoleh informasi), pasal 28 dan 29 (hak untuk memperoleh
pendidikan), pasal 31 (hak untuk bermain dan rekreasi), pasal 14 (hak
untuk kebebasan berfikir, consience
dan
agama), pasal 5, 6,13,14 dan 15 (hak untuk pengembangan kepribadian,
sosial dan psikologis), pasal 6 dan pasal 7 (hak atas identitas, nama
dan kebangsaan), pasal 24 (hak atas kesehatan dan pengembangan
fisik), pasal12 dan pasal 13 (hak untuk didengar), dan pasal 9, 10
dan 11 (hak untuk keluarga). Berdasarkan bentuknya, hak atas untuk
tumbuh kembang,
yaitu
:
1.
Hak untuk memperoleh informasi
2.
Hak untuk memperoleh pendidikan
3.
Hak untuk bermain dan rekreasi
4.
Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya
5.
Hak untuk kebebasan berfikir, consience dan beragama
6.
Hak untuk mengembangkan kepribadian
7.
Hak untuk memperoleh identitas
8.
Hak untuk memperoleh pengembangan kesehatan dan fisik
9.
Hak untuk didengar (pendapat)
10.
Hak untuk/atas keluarga
e.
Hak
untuk Berpatisipasi (participation
rights).
Ialah
hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak anak untuk
menyatakan pendapat dalam segala hal mempengaruhi anak.
Hak anak untuk berpartisipasi merupakan hak anak mengenai identitas
budaya mendasar bagi anak, masa kanak-kanaknya, dan pengembangan
keterlibatannya didalam masyarakat luas. Hak partisipasi ini memberi
makna bahwa anak-anak ikut memberikan sumbang peran, dan bukan hanya
seorang penerima yang bersifat fasif dalam segala sesuatu yang
berkaitan dengan perkembangannya. Mengenai hak untuk berpartisipasi
dalam Konvensi Hak Anak diantaranya diatur dalam pasal 12, pasal 13
dan pasal 15.
Berdasarkan
uraian diatas, hak anak atas partisipasi terdiri dari:
1.
Hak anak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas
pendapatnya.
2.
Hak anak untuk mendapatkan dan mengetahui informasi serta untuk
berekspresi.
3.
Hak anak untuk berserikat, dan menjalin hubungan untuk bergabung.
4.
Hak anak untuk memperoleh akses informasi yang layak dan terlindung
dari informasi yang tidak sehat.
5.
Hak anak untuk memperoleh informasi tentang Konvensi Hak Anak.
B.
Konvensi
Menentang Penyiksaan
Penyiksaan
adalah tindakan kekerasan fisik dan atau mental yang dilakukan secara
sepihak, sengaja dan sistematik oleh seseorang atau sekelompok orang
lain yang menimbulkan perasaan tidak nyaman sampai dengan nyeri yang
tidak tertahankan, sehingga berakibat terjadinya cedera dan kerusakan
sementara dan atau menetap pada tubuh maupun pada fungsi organ tubuh,
serta gangguan psikiatrik berupa perasaan cemas, takut dan teror yang
berlebihan, hilangnya harga diri atau jati diri, serta penyiksaan
berat yang dapat menyebabkan kematian dan sebagainya.5[5]
Pasal
351 KUHPidana merumuskan Penyiksaan sebagai sesuatu yang
mengakibatkan luka-luka berat, kematian, dan sengaja merusak
kesehatan. Akan tetapi dalam pasal 28 KUHPidana merumuskan Penyiksaan
adalah luka-luka berat hanya pada penyiksaan fisik semata. Efek dari
penyiksaan adalah penderitaan yang bertingkat-tingkat. Ada beberapa
istilah dalam penyiksaan antara lain:6[6]
-
Falanga, istilah untuk pemukulan berulang-ulang yang sangat hebat (menyakitkan) pada telapak kaki dan seputar kaki. Falanga termasuk pemukulan sistematis dan berakibat cacatnya korban. Penyiksaan ini acap menimpa para tahanan di seluruh dunia.
-
Planton adalah penyiksaan yang dilakukan pada tahanan dengan melakukan suatu posisi yang tidak normal dengan jangka waktu tertentu misalnya berdiri dengan kepala ditutup selama 14 jam. Planton lebih dikenal dengan memaksa korban untuk berdiri dengan jangka waktu lama.
-
Submarino adalah memasukkan kepala korban ke dalam air, lumpur atau cairan lainnya, atau lebih dikenal dengan wet submarino. Dry submarino adalah memasukkan kepala korban ke kantong plastik dan mengikat kantong itu dengan tujuan korban akan kesulitan bernapas.
-
Telephono, pemukulan kedua daun telinga secara simultan dengan telapak tangan bertujuan merusak gendang telinga, sehingga dapat menyebabkan sakit, pendarahan dan kehilangan pendengaran sehingga sulit dideteksi oleh dokter.
Jadi,
penyiksaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja
kepada seseorang yang tidak dapat mempertahankan haknya dalam
menentang sebuah kekerasan terhadap dirinya, dimana suatu tindakan
tersebut menimbulkan rasa sakit bagi dirinya baik sakit yang jasmani
atau dirasakan oleh tubuh/ raga maupun sakit rohani atau mental
pada seseorang bahkan penyiksaan yang berdampak hilangnya nyawa
seseorang atau sampai menyebabkan kematian sehingga dapat dikatakan
telah merampas hak hidup seseorang yang merupakan hak paling mendasar
yang dimiliki oleh manusia sebagai mahkluk pribadi. Hal-hal seperti
inilah yang menyebabkan diperlukannya suatu pengaturan khusus yang
mengatur tentang sesuatu yang menentang adanya penyiksaan, dimana
seharusnya manusia dengan kemampuannya berfikir dan belajar
seharusnya lebih bisa mengoreksi diri, mengembangkan pemikirannya
secara rasional bahwa tindakan penyiksaan bukanlah suatu cara yang
paling tepat untuk mencapai kebenaran.
Dengan
menyadari bahwa tindakan penyiksaan merupakan tindakan yang
bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, bertentangan dengan hak
seseorang untuk menentukan nasibnya sendiri dalam hal hak bebas dari
penyiksaanan sehingga pemerintah mencari cara agar dalam
mengungkapkan kebenaran tidaklah harus dengan jalan penyiksaan.
Kemudian lahirlah gerakan anti penyiksaan. yang dituangkan dalam
Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention
Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or
Punishment / CAT).
Agar tindakan-tindakan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain
yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia tidak
terjadi di Indonesia. Konvenan ini diperlukan guna untuk melindungi
hak-hak manusia agar terbebas dari adanya suatu penyiksaan, baik
penyiksaan itu dilakukan dengan siksaan fisik maupun mental.
C.
Konvensi
Tentang Penghapusan Semua Dikriminasi
Konvensi
Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi ras atau
disebut dengan istilah ICERD (International
Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination)
adalah sebuah instrumen hukum internasional yang mengatur tentang
penghapusan segala
bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pengutamaan
berdasarkan ras, warna kulit, keturunan atau kebangsaan atau suku
bangsa.
Konvensi ini lahir sebagai tindakan responsif terhadap banyaknya
terjadi berbagai diskriminasi rasial di berbagai belahan dunia.
Sejumlah
contoh tindakan diskriminasi rasial diantaranya sejarah perdagangan
budak, politik segregasi sosial berdasarkan ras, perendahan
kelompok-kelompok masyarakat adat, tindakan
pembedaan terhadap masyarakat minoritas,
pemberlakuan kebijakan apartheid di Afrika Selatan,
diskriminasi antara “si hitam dengan si putih” yang terjadi di
Amerika.7[7]
Suara-suara
penolakan atas diskriminasi rasial ini telah diangkat dalam suatu
deklarasi yang telah dibentuk oleh negara-negara anggota PBB yaitu
United
Nation Declaration on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination
melalui resolusi 1904 (XVIII). Namun, karena sifat deklarasi
hanyalah sebuah pernyataan politis yang tidak bersifat mengikat
secara hukum, maka untuk menindaklanjuti deklarasi tersebut
dirumuskanlah mengenai penolakan atas diskriminasi rasial tersebut
kedalam suatu konvensi. Pada 21 Desember 1965, Majelis Umum PBB
mengesahkan konvensi ICERD ini sebagai resolusi 2106 A (XX) dan mulai
berlaku secara efektif pada 4 Januari 1969.
Konvensi
internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi ras
terdiri dari 25 Pasal dengan sebuah klausula tambahan yang terdiri
dari : Bagian I (pasal 1-7), Bagian II (Pasal 8-16), Bagian III
(Pasal 17-25) dan Tambahan Secara garis besar, konvensi ini
mewajibkan negara-negara pihak yang berjumlah 174 negara untuk
menghapuskan berbagai bentuk dan perwujudan dari diskriminasi ras di
negaranya serta menjamin hak-hak setiap orang tanpa membedakan ras,
warna kulit, keturunan, asal-usul kebangsaan atau etnis dan
kesederajatan di muka hukum terutama kesempatan untuk menggunakan
hak-haknya.
Bagian
II (Pasal 8-16), bagian ini mengatur ketentuan mengenai CERD
(Committee
on the Elimination of Racial Discrimination).
CERD memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemantauan atas
pelaksanaan konvensi. Komite ini terdiri dari 18 orang pakar yang
bermoral tinggi dan diakui ketidakberpihakannya serta kemampuannya di
bidang HAM. Keanggotaan komite tentang penghapusan diskriminasi
rasial terdiri dari .
Bagian
III (Pasal 17-25), bagian ini merupakan ketentuan penutup, memuat
hal-hal yang berkaitan dengan mulai berlakunya konvensi, perubahan,
pensyaratan (reservation),
ratifikasi dan aksesi, pengunduran diri serta mekanisme penyelesaian
sengketa antar negara pihak.8[8]
D.
Konvensi
Anti Diskriminasi Terhadap Perempuan
Deklarasi
Universal tentang Hak Asasi Manusia menegaskan asas mengenai tidak
dapat diterimanya diskriminasi dan menyatakan bahwa semua manusia
dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, dan bahwa tiap
orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dimuat di dalamnya,
tanpa perbedaan apapun, termasuk perbedaan berdasarkan jenis kelamin.
Negara-negara pihak pada perjanjian- internasional mengenai Hak Asasi
Manusia berkewajiban untuk menjamin hak yang sama antara laki-laki
dan perempuan untuk menikmati semua hak ekonomi, sosial, budaya,
sipil dan politik.
Mengingat
bahwa diskriminasi terhadap perempuan melanggar asas persamaan hak
dan rasa hormat terhadap martabat manusia, merupakan halangan bagi
partisipasi perempuan, atas dasar persamaan dengan laki-laki dalam
kehidupan politik, sosial, ekonomi dan budaya negara-negara mereka.
Hal ini menghambat perkembangan kemakmuran masyarakat dan menambah
sukarnya perkembangan sepenuhnya dari potensi kaum perempuan dalam
pengabdiannya terhadap negara-negara mereka dan terhadap umat
manusia. Dalam situasi-situasi kemiskinan, perempuan yang paling
sedikit mendapat kesempatan untuk memperoleh makanan, pemeliharaan
kesehatan, pendidikan, pelatihan, maupun untuk memperoleh kesempatan
kerja dan lain-lain kebutuhan, Yakin bahwa dengan terbentuknya tata
ekonomi internasional yang baru, berdasarkan pemerataan dan keadilan,
akan memberi sumbangan yang berarti pada peningkatan persamaan antara
lelaki dan perempuan. dari hal ini diperlukan perubahan pada peranan
tradisional laki-laki maupun peranan perempuan dalam masyarakat dan
dalam keluarga, untuk mencapai persamaan sepenuhnya antara laki-laki
dan perempuan.9[9
BAB
III
PENUTUP
Simpulan:
Adapun
Internasional mengenai Hak Asasi Manusia dalam makalah ini, antara
lain:
1.
Konvensi
Hak Anak (KHA) dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
a.
Hak
terhadap kelangsungan hidup (survival
rights.)
b.
Hak
terhadap perlindungan (protection
rights).
c.
Pasal
mengenai krisis dan keadaan darurat anak.
d.
Hak
untuk tumbuh kembang (development
rights).
e.
Hak
untuk Berpatisipasi (participation
rights).
2.
Konvensi
menentang penyiksaan ialah gerakan anti penyiksaan yang diperlukan
guna untuk melindungi hak-hak manusia agar terbebas dari adanya suatu
penyiksaan, baik penyiksaan itu dilakukan dengan siksaan fisik maupun
mental.
3.
Konvensi
tentang penghapusan semua dikriminasi adalah sebuah instrumen hukum
internasional yang mengatur tentang penghapusan segala
bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pengutamaan
berdasarkan ras, warna kulit, keturunan atau kebangsaan atau suku
bangsa.
4.
Konvensi
anti diskriminasi terhadap perempuan harus ditegakkan karena
diskriminasi terhadap perempuan melanggar asas persamaan hak dan rasa
hormat terhadap martabat manusia, merupakan halangan bagi partisipasi
perempuan, atas dasar persamaan dengan laki-laki dalam kehidupan
politik, sosial, ekonomi dan budaya negara-negara mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
________http://bappeda.kendalkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=29:pemsosbud&id=87:konvensi-hak-hak-anak-kha
diakses Senin, 29 April 2014.
Effendi,
Masyhur, Hak
Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional,
Bogor: Ghalia Indonesia, th.
Fahrian,
Rizki,
http://rizkifahrian09.blogspot.com/2013/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html
diakses Selasa, 29 April 2014.
Kudeter,
Dodoy,
http://logikailmiah.blogspot.com/2012/12/konvensi-penghapusan-segala-bentuk.html
diakses Selasa, 29 April 2014.
Muzaffar,
Chandra, Hak
Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru, Bandung:
Mizan Pustaka, 1993.
My
Way, Law Is,
http://lawismyway.blogspot.com/2011/01/penerapan-konvensi-menentang-penyiksaan.html
diakses Senin, 28 April 2014.
Rafiqi,
Zainul, http://zolvirm.blogspot.com/2012/11/makalah-ham_3691.html
diakses Senin, 28 April 2014.
INSTRUMEN
HAM INTERNASIONAL
A.
INSTRUMEN
NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
I.
Pengertian
Hak
Hak
adalah kewenangan
atau kekuasaan yang melekat pada suatu individu.
Hak merupakan kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Artinya manusia
mempunyai wewenang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan
dan kepentingannya. Namun perlu diketahui bahwa wewenang yang
dimiliki manusia dibatasi
oleh
hak orang lain.
hak orang lain.
Selain
hak, manusia juga mempunyai kewajiban sebagai pengimbang agar manusia
bisa saling menghargai. Disinilah peraturan menjadi salah satu
perangkat yang penting untuk mewujudkan
masyarakat yang harmonis dan menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
I.
Hak
Asasi Manusia (HAM)
Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki pribadi manusia
sejak lahir secara kodrat sebagai anugrah dari Tuhan. HAM bersifat
kodrati karena merupakan hak yang langsung diberikan oleh Tuhan
kepada manusia sebagai makhluk-Nya. Oleh karena itu tidak ada yang
dapat mencabutnya, namun bukan berarti bahwa dengan hak tersebut
manusia dapat berbuat menurut kehendaknya, karena ia harus
menghormati juga hak-hak manusia lainnya.
Undang-Undang
RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa HAM
adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan dan menrupakan anugrah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,
dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan sert perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM tersebut terutama meliputi:
1.
Hak
hidup,
2.
Hak
kemerdekaan,
3.
Hak
memiliki sesuatu
4.
Hak
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan
II.
Instrumen
HAM
Instrumen
adalah
alat yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu; seperangkat alat untuk
memperoleh data sebagai bahan pengolahan.
Seperti telah dijelakan di atas bahwa hak dan kewajiban manusia harus
dapat dijalankan dengan seimbang. Demikian pula dalam menggunakan
hak, seseorang harus menghormati hak orang lain. Maka dibutuhkan
alat/instrumen sebagai pedoman untuk mencapainya. Instrumen ini
merupakan hukum yang melindungi segenap hak kodrati seluruh
manusia. Untuk
memahami berbagai Instrumen HAM. Pelajarilah skema di bawah ini
Skema
di atas menjelaskan beberapa instrumen HAM Internasional. Di negara
kita juga ada beberapa instrumen HAM yang sudah dibuat dan
disepakati, bahkan pembukaan UUD 1945 merumuskan: bahwa
kemerdekaan adalah hak setiap bangsa.
Selain Pembukaan UUD 1945 Instrumen HAM di Indonesia juga termaktub
dalam:
1.
UUD
1945 beserta amandemennya (pasal 27, 28, 28A, 28D ayat (3), 28J, 29
ayat (2), 30, 31)
2.
TAP
MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
TAP
MPR RI No. XVII ini disahkan oleh Sidang Istimewa MPR pada 13
November 1998, berisi penugasan kepada lembaga-lembaga tinggi negara
dan seluruh aparatur negara untuk emnghormati, menegakkan dan
menyebarluaskan pemahaman mengenai HAM kepada seluruh rakyat
Indonesia. Disamping itu MPR juga menugaskan kepada Presiden dan DPR
untuk meratifikasi
(menandatangani) berbagai dokumen PBB tentang HAM sepanjang tidak
bertentangan dengan Pancasial dan UUD 1945.
3.
UU
No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Dalam
Undang-Undang ini dijelaskan hal-hal berikut:
1)
Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan menrupakan anugrah yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan sert perlindungan harkat
dan martabat manusia
2)
Kewajiban
Dasar Manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan tidak meungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi
manusia
3)
Diskriminasi
adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengecualian yang langsung
didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik, yang berakibat penguranagan, penyimpangan
atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi
manusiadan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu mupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial budaya dan
aspek kehidupan lainnya.
4)
Penyiksaan
adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat baik jasmani
maupun rohani.
5)
Anak
adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapn belas) tahun
dan belum menikah.
6)
Pelanggaran
Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik sengaja ataupun tidak disengaja
atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan/atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
klelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini.
7)
Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) adalah lembaga mandiri yang
kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya, berfungsi untuk
melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan
mediasi hak asasi manusia.
Pada
BAB III dijelaskan tentang HAM dan 10 Kebebasan Dasar Manusia yaitu:
1)
Hak
untuk hidup
2)
Hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3)
Hak
mengembangkan diri
4)
Hak
memperoleh keadilan
5)
Hak
atas kebebasan pribadi
6)
Hak
atas rasa aman
7)
Hak
atas kesejahteraan
8)
Hak
turut serta dalam pemerintahan
9)
Hak
wanita
10)
Hak
anak
Selain
itu Undang-undang ini menjelaskan pula tentang Kewajiban Dasar
Manusia; sebagai berikut:
1)
Setiap
orang yang ada di wilyah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib
patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis dan hukum
internasional mengenai HAM yang telah diterima oleh negara RI
2)
Setiap
warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan
3)
Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika
dan tata tertib kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara
4)
Setiap
hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung
jawab untuk menghormati hak asasi manusia orang lain secara timbal
balik serta menjadi tugas pemerintah untuk menghormati, melindungi,
menegakkan dan memajukannya.
5)
Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
kemanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
4.
UU
No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Berdasarkan
Undang-undang No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran hak
asasi manusia yang berat. Dalam melakukan penyelidikan ini Komnas HAM
dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia dan unsur masyarakat
A.
Instrumen-instrumen umum
-
Piagam PBB 1945
-
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia
-
Declaration Universal of Human Rights
-
Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR)
-
Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICSECR)
-
Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, yang Ditujukan pada Penghapusan Hukuman Mati
-
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
-
Proklamasi Teheran
-
Piagam tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Ekonomi Negara, 3281 (XXIX)
-
Resolusi 1503 (XLVIII) Prosedur untuk Menangani Surat Pengaduan tentang Pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia
-
Resolusi 1235 (XLII) Pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar, termasuk Kebijakan-kebijakan Diskriminasi Rasial dan Pemisahan Rasial dan Apartheid
-
Piagam Afrika tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak Rakyat
-
Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Manusia
-
Konvensi Amerika tentang Hak-hak Asasi Manusia
-
Konvensi bagi Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar
-
Piagam Sosial Eropa
B.
Penentuan Nasib Sendiri
-
Deklarasi tentang Pemberian Kemerdekaan kepada Negara-negara dan Bangsa-bangsa Jajahan
-
Resolusi Majelis Umum 1803 (XVII), Kedaulatan Permanen atas Sumber Daya Alam
C.
Pencegahan Diskriminasi
-
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial
-
Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid
-
Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita
-
Konvensi Melawan Diskriminasi dalam Pendidikan
D.
Administrasi Peradilan, Penahanan dan Penganiayaan
-
Peraturan-peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana
-
Konvensi Melawan Penganiayaan dan Perlakuan Kejam yang Lain, Tidak Manusiawi atau Hukuman yang Menghinakan
-
Konvensi Eropa untuk Pencegahan Penganiayaan dan Perlakuan Tidak Manusiawi atau Hukuman yang Menghinakan
-
Konvensi Inter-Amerika untuk Mencegah dan Menghukum Penganiayaan
-
Aturan-aturan Tingkah Laku bagi Petugas Penegak Hukum
-
Prinsip-prinsip Etika Kedokteran, yang Relevan dengan Peran Personel Kesehatan, terutama para Dokter, dalam Perlindungan Narapidana dan Tahanan terhadap Penganiayaan dan Perlakuan Kejam yang Lain, Tidak Manusiawi atau Hukuman yang Menghinakan
-
Prinsip-prinsip Dasar tentang Kemandirian Pengadilan
-
Kumpulan Prinsip-prinsip untuk Perlindungan Semua Orang yang Berada dibawah Bentuk Penahanan Apa pun atau Pemenjaraan
E.
Kejahatan Perang, Kejahatan Kemanusiaan, termasuk Genosida
-
Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida
-
Konvensi tentang Tidak Dapat Ditetapkannya Pembatasan Statuta pada Kejahatan Perang dan Kejahatan Manusia
F.
Perbudakan dan Lembaga dan Praktek-praktek Serupa
-
Konvensi Perbudakan
-
Konvesi Pelengkap tentang Penghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak, dan Lembaga dan Praktek Serupa dengan Perbudakan
-
Konvensi Kerja Paksa
-
Konvensi Penghapusan Kerja Paksa
-
Konvensi untuk Menumpas Perdagangan Orang dan Eksploitasi Pelacuran Orang Lain
G.
Kewarganegaraan, Ketiadaan Kewarganegaraan, Suaka dan Pengungsi
-
Konvensi tentang Kewarganegaraan Wanita Kawin
-
Konvensi tentang Kewarganegaraan Wanita (Montevideo, 1993)
-
Konvensi tentang Pengurangan Ketiadaan Kewarganegaraan
-
Konvensi Mengenai Status Orang yang Tidak Berkewarganegaraan
-
Konvensi Mengenai Status Pengungsi
-
Protokol Mengani Status Pengungsi
-
Deklarasi tentang Suaka Teritorial
H.
Perkawinan dan Keluarga, Anak-anak dan Remaja
-
Konvensi mengenai Persetujuan Perkawinan, Usia Minimum Perkawinan dan Pencatatan Perkawinan
-
Konvensi tentang Hak-hak Anak
-
Konvensi Eropa tentang Status Hukum Anak yang Lahir di Luar Ikatan Perkawinan
I.
Hak untuk Bekerja dan Hak untuk Berhimpun
-
Konvensi tentang Kebebasan Berhimpun dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi
-
Konvensi tentang Hak Berorganisasi dan Penawaran Kolektif
-
Konvensi tentang Perwakilan Pekerja
-
Konvensi Kebijakan Pekerja
-
Konvensi tentang Penggajian yang Sama
-
Konvensi Eropa tentang Status Hukum Pekerja Pendatang
J.
Kesejahteraan Sosial, Kemajuan dan Pembangunan
-
Deklarasi Universal tentang Pemberantasan Kelaparan dan Kekurangan Gizi
-
Deklarasi tentang Hak atas Pembangunan
K.
Hak-hak Politik dan Sipil Wanita
-
Konvensi tentang Hak-hak Politik Wanita
-
Konvensi Inter-Amerika tentang Pemberian Hak-hak Politik kepada Wanita
-
Konvensi Inter-Amerika tentang Pemberian Hak-hak Sipil kepada Wanita
L.
Kebebasan Informasi dan Perlindungan Data
-
Konvensi tentang Hak Koreksi Internasional
-
Konvensi untuk Perlindungan Individu Mengenai Pemrosesan Otomatis Data Pribadi
M.
Penduduk Asli dan Kelompok Minoritas
-
Konvensi tentang Penduduk Asli dan Penduduk Suku di Negara-negara Merdeka
-
Rancangan Deklarasi tentang Hak-hak Orang0orang yang termasuk Kelompok Minoritas Bangsa atau Etnis, Agama dan Bahasa
0 komentar:
Post a Comment