Showing posts with label ORGANISASI. Show all posts
Showing posts with label ORGANISASI. Show all posts

Thursday, 21 April 2016

// // Leave a Comment

HARI KARTINI. pahlawan kita semua ibu. R.a kartini selamat hari kartini





                           Raden Adjeng Kartini (lahir di JeparaJawa Tengah21 April 1879 – meninggal di RembangJawa Tengah17 September 1904pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.


Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.[2] Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.[2] Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama.[2] Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.[2] Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana Kerajaan Majapahit.[2] Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupatiSurabaya pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja.[2]
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi[3], maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura.[2] Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.[2] Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht(Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan BuluRembang.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian diSurabayaYogyakartaMalangMadiunCirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Lichtyang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.
Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.

Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderrichtZelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasarReligieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. "...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin..." Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.
Perubahan pemikiran Kartini ini menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi, bahwa ketika Kartini hampir mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih berkorban untuk mengikuti prinsip patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan Adipati Rembang.

Hari Kartini

       Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.



SUMBER : https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini 
EDITOR : sadayanahade.blogspot.co.id
Read More

Wednesday, 20 April 2016

// // Leave a Comment

pramuka adalah/ pramuka itu bagaimana / pramuka itu keren.



                        
 KAYAKNYA UDAH BANYAK YANG MENGETAHUI ITU PRAMUKA ? TAPI UNTUK MENGULAS YU KITA ULAS LAGI.


                              





Gerakan Pramuka Indonesia adalah nama organisasi pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kepanduan yang dilaksanakan di Indonesia. Kata "Pramuka" merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, yang memiliki arti Orang Muda yang Suka Berkarya.
Pramuka merupakan sebutan bagi anggota Gerakan Pramuka, yang meliputi; Pramuka Siaga (7-10 tahun), Pramuka Penggalang (11-15 tahun), Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun). Kelompok anggota yang lain yaitu Pembina Pramuka, Andalan Pramuka, Korps Pelatih Pramuka, Pamong Saka Pramuka, Staf Kwartir dan Majelis Pembimbing.
Kepramukaan adalah proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur. Kepramukaan adalah sistem pendidikan kepanduan yang disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, dan perkembangan masyarakat, dan bangsa Indonesia.



Gerakan Pramuka atau Kepanduan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1923 yang ditandai dengan didirikannya (Belanda) Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung.[1] Sedangkan pada tahun yang sama, di Jakarta didirikan (Belanda) Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO).[1] Kedua organisasi cikal bakal kepanduan di Indonesia ini meleburkan diri menjadi satu, bernama (Belanda) Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) di Bandung pada tahun 1926.[1] Pendirian gerakan ini pada tanggal 14 Agustus 1961 sedikit-banyak diilhami oleh Komsomol di Uni Soviet.[2]

Organisasi Kepanduan Indonesia di seputaran tahun 1920-an.
Pada tanggal 26 Oktober 2010, Dewan Perwakilan Rakyat mengabsahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Berdasarkan UU ini, maka Pramuka bukan lagi satu-satunya organisasi yang boleh menyelenggarakan pendidikan kepramukaan. Organisasi profesi juga diperbolehkan untuk menyelenggarakan kegiatan kepramukaan

Sejarah Pramuka Indonesia

                                 


Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960.
Dari ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepanduan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu.
Peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powell (Lampiran C Ayat 8).
Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepanduan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.
Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu.
Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan (Hamengku Buwono IX), Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).

Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.

Kelahiran Gerakan Pramuka

Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu :
  1. Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA
  2. Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
  3. Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
  4. Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.

Tujuan Gerakan Pramuka

Gerakan Pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka:
  • Memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, berkecakapan hidup, sehat jasmani, dan rohani;
  • Menjadi warga negara yang berjiwa Pancasila, setia, dan patuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik, dan berguna,
yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa, dan negara, memiliki kepedulian terhadap sesama hidup, dan alam lingkungan

Metode Kepramukaan

Metode Kepramukaan[4] merupakan cara belajar interaktif progresif melalui:
  • Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka.
  • Belajar sambil melakukan.
  • Kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi.
  • Kegiatan yang menarik, dan menantang.
  • Kegiatan di alam terbuka.
  • Kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan.
  • Penghargaan berupa tanda kecakapan.
  • Satuan terpisah antara putra, dan putri.

NOTE : PRAMUKA  ADALAH ALL IN ONE...
sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Pramuka_Indonesia


SAYA YAKIN PASTI SUDAH BANYAK YANG TAI TEORI DAN PRAMUKA
JADI HANYA BEBERAPA SAJA YANG SAYA POS.

Read More
// // Leave a Comment

apa itu bendera indonesia ? bendera indonesia ? merah dan putih . INDONESIA FIRS USED FLAG RED AND WHITE


                                   




                       Bendera Negara Republik Indonesia, yang secara singkat disebut Bendera Negara, adalah Sang Saka Merah Putih, Sang Merah Putih, Merah Putih, atau kadang disebut Sang Dwiwarna (dua warna). Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama

Sejarah

! Artikel utama untuk kategori ini adalah Bendera Pusaka.
Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13.[1] Akan tetapi ada pendapat bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan warna merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia — dari Tahiti, Indonesia, sampai Madagaskar. Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan.[2] Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya, bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.[3]
Menurut seorang Guru Besar sejarah dari Universitas Padjajaran Bandung, Mansyur Suryanegara semua pejuang Muslim di Nusantara menggunakan panji-panji merah dan putih dalam melakukan perlawanan, karena berdasarkan hadits Nabi Muhammad.[4][5] Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang-pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.[6] Di zaman kerajaan Bugis Bone, Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone. Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.[7] Panji kerajaan Badung yang berpusat di Puri Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji mereka berwarna merah, putih, dan hitam[8] yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula.

Arti warna

Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti keberanian, putih berarti kesucian. Merah melambangkan raga manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan jiwa dan raga manusia untuk membangun Indonesia.
Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa (gula aren) dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan utama dalam masakan Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ketika Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini oleh orang Jawa digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian. Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah sebagai lambang ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur putih sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba.
Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah presiden atau wakil presiden, mantan presiden atau mantan wakil presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara.[12]
Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.[12]
Setiap orang dilarang:[12]
  1. Merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;
  2. Memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
  3. Mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
  4. Mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
  5. Memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara.

                         

Peraturan tentang Bendera Merah Putih

Bendera negara diatur menurut UUD '45 pasal 35,[11] UU No 24/2009,[12] dan Peraturan Pemerintah No.40/1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia.[13]
Bendera Negara dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur dan dengan ketentuan ukuran:[12]
  1. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan.
  2. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum.
  3. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan.
  4. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden.
  5. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara.
  6. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum.
  7. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal.
  8. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api.
  9. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara.
  10. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
  11. 3 cm x 5 cm untuk penggunaan di seragam sekolah.
Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam.[12] Dalam keadaan tertentu, dapat dilakukan pada malam hari.[12]
Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.[12]
Bendera Negara juga dikibarkan pada waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain, yaitu:[12]
  1. Tanggal 2 Mei, hari Pendidikan Nasional;
  2. Tanggal 20 Mei, hari Kebangkitan Nasional;
  3. Tanggal 1 Oktober, hari Kesaktian Pancasila;
  4. Tanggal 28 Oktober, hari Sumpah Pemuda;
  5. Tanggal 10 November, hari Pahlawan;
  6. Peristiwa lain (yang dimaksud dengan “peristiwa lain” adalah peristiwa besar atau kejadian luar biasa yang dialami oleh bangsa Indonesia, misalnya kunjungan Presiden atau Wakil Presiden ke daerah dan pada perayaan dirgahayu daerah).
Bendera Negara wajib dikibarkan setiap hari di:[12]
  1. Istana presiden dan wakil presiden;
  2. Gedung atau kantor lembaga negara;
  3. Gedung atau kantor lembaga pemerintah;
  4. Gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian;
  5. Gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
  6. Gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah;
  7. Gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
  8. Gedung atau halaman satuan pendidikan;
  9. Gedung atau kantor swasta;
  10. Rumah jabatan presiden dan wakil presiden;
  11. Rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
  12. Rumah jabatan menteri;
  13. Rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian;
  14. Rumah jabatan gubernur, bupati, wali kota, dan camat;
  15. Gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;
  16. Pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  17. Lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan
  18. Taman Makam Pahlawan Nasional.                                                                                                                                                                                       
Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah presiden atau wakil presiden, mantan presiden atau mantan wakil presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara.[12]
Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.[12]
Setiap orang dilarang:[12]
  1. Merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;
  2. Memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
  3. Mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
  4. Mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
  5. Memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara. 




note : bendera adalah simbol dari suatu negara yang sudah mempunyai kedaulatan Cintai Merah Putih
sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Bendera_Indonesia
Read More
// // 2 comments

apa itu paskibra / siapa pencetus paskibra / paskibra adalah

             

                                                        
 APA ITU PASKIBRA ? SEPERTI APA PASKIBRA ? ALUSHADE.BLOGSPOT.CO.ID SUMBER : WIKEPEDIA

                                                  Logo Paskibraka.jpg

                      Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan tugas utamanya mengibarkan duplikat bendera pusaka dalam upacara peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia di 3 tempat, yakni tingkat Kabupaten/Kota (Kantor Bupati/Wali Kota), Provinsi (Kantor Gubernur), dan Nasional (Istana Merdeka). Anggotanya berasal dari pelajar SMA Sederajat kelas 1 atau 2. Penyeleksian anggotanya biasanya dilakukan sekitar bulan April untuk persiapan pengibaran pada 17 Agustus.
Selama waktu seleksi sampai 16 Agustus, seorang anggota calon Paskibraka dinamakan "CAPASKA" atau Calon Paskibraka. Pada waktu penugasan 17 Agustus, anggota dinamakan "PASKIBRAKA", dan setelah 17 Agustus, dinamakan "PURNA PASKIBRAKA".


Lambang Anggota Paskibraka

Lambang Anggota Paskibraka adalah bunga teratai.
  • tiga helai daun yang tumbuh ke atas: artinya paskibraka harus belajar, bekerja, dan berbakti
  • tiga helai daun yang tumbuh mendatar/samping: artinya seorang pakibra harus aktif, disiplin, dan bergembira
Artinya adalah bahwa setiap anggota paskibraka memiliki jiwa yang sangat mulia. dan mengapa Lambang Anggota Paskibraka dilambangkan dengan Bunga Teratai. Karena Bunga Teratai tumbuh di lumpur dan berkembang diatas air yang bermakna bahwa anggota Paskibraka adalah pemuda dan pemudi yang tumbuh dari (Orang Biasa) tanah air yang sedang bermekar/berkembang dan membangun.

Sejarah

Gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946, pada saat ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta. Pada saat itulah, di benak Mutahar terlintas suatu gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa yang bertugas.
Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebetulan sedang berada di Yogyakarta. Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.
Ketika Ibukota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka. Pengibaran bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.
Tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil presiden saat itu, Soeharto, untuk menangani lagi masalah pengibaran bendera pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, dia kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu:
  • Pasukan 17 / pengiring (pemandu),
  • Pasukan 8 / pembawa bendera (inti),
  • Pasukan 45/pengawal.
         
    Idik Sulaiman, Sang Pencetus Istilah Paskibraka
Jumlah tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 (17-8-45). Pada waktu itu dengan situasi kondisi yang ada, Mutahar hanya melibatkan putra daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka. Rencana semula, untuk kelompok 45 (pengawal) akan terdiri dari para mahasiswa AKABRI (Generasi Muda ABRI) namun tidak dapat dilaksanakan. Usul lain menggunakan anggota pasukan khusus ABRI (seperti RPKAD, PGT, KKO, dan Brimob) juga tidak mudah. Akhirnya diambil dari Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang mudah dihubungi karena mereka bertugas di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta.
Mulai tanggal 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan provinsi. Tetapi karena belum seluruh provinsi mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh eks-anggota pasukan tahun 1967.
Pada tanggal 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Suharto kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Bendera duplikat (yang terdiri dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar/diturunkan. Mulai tahun 1969 itu, anggota pengibar bendera pusaka adalah para remaja siswa SLTA se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari seluruh provinsi di Indonesia, dan tiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja putra dan putri.
Istilah yang digunakan dari tahun 1967 sampai tahun 1972 masih Pasukan Pengerek Bendera Pusaka. Baru pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan Paskibraka. PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA. Mulai saat itu, anggota pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.
                                       

Purna Paskibraka Indonesia (PPI), Paskibra, Paskibraka dan Purna Paskibraka

  • Purna Paskibraka Indonesia, atau disingkat PPI, merupakan organisasi yang beranggotakan mereka yang pernah bertugas sebagai anggota Paskibraka pada peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi atau nasional.
  • Paskibra merupakan pasukan pengibar bendera yang tidak bertugas sebagai pengibar bendera pusaka di tingkat kota, provinsi, dan nasional, namun hanya bertugas di sekolah. Paskibra merupakan anggota yang mengikuti ekstra kurikuler Paskibra di sekolah tetapi tidak diutus untuk menjadi Paskibraka, anggota Paskibra yang telah mengikuti seleksi Paskibraka tetapi tidak lolos, dan/atau anggota yang mengikuti perlombaan baris-berbaris paskibra yang tidak diutus menjadi Paskibraka.
  • Paskibraka merupakan pasukan pengibar bendera pusaka yang di mana anggotanya melakukan tugas pengibaran dan/atau penurunan bendera duplikat pusaka merah putih di tingkat kota, provinsi, dan nasional.
  • Purna Paskibraka adalah sebutan bagi anggota Paskibraka yang telah mengikuti pelatihan Pandu Ibu-Indonesia Berpancasila dan selesai menjalankan tugas pengibaran bendera pusaka.

Latihan dan Persiapan PASKIBRAKA sebelum 17 Agustus (HUT-RI)

Paskibraka diawali dengan seleksi dari tingkat Kota/Kabupaten pada bulan Maret dan April. Yang berhasil lolos akan dikirim ke seleksi tingkat Provinsi pada bulan Mei. Dari seleksi tingkat provinsi akan dikirim dua pasang putra dan putri ke seleksi tingkat nasional pada bulan Juni. Seleksi tingkat nasional akan menetapkan satu pasangan putra dan putri terbaik dari setiap provinsi untuk mewakili provinsi yang bersangkutan menjadi Anggota Paskibraka Nasional yang bertugas mengibarkan bendera di Istana Merdeka.
Anggota Paskibraka tingkat Nasional biasanya memasuki asrama Pelatihan pada minggu terakhir bulan Juli. Selama tiga minggu mereka akan menjalani latihan baris berbaris dan formasi pengibaran bendera di Pusat Pelatihan Paskibraka Cibubur. Setelah melaksanakan gladi kotor dan gladi bersih pada tanggal 14 dan 15 Agustus, mereka akan mengikuti upacara Pangukuhan pada tanggal 16 Agustus. Keesokan harinya, tanggal 17 Agustus, anggota Paskibraka melaksanakan tugas utama pengibaran bendera pusaka pada pagi hari dan penurunan bendera pada sore hari.
Selain mengikuti latihan fisik baris berbaris, anggota Paskibraka juga mengikuti latihan mental spiritual dan kepemimpinan yang disebut Latihan Pandu Ibu-Indonesia Berpancasila. Latihan ini bermaksud mempersiapkan anggota Paskibraka menjadi putra-putri Indonesia terbaik yang akan menjadi generasi penerus dan calon-calon pemimpin pada masa depan. Pelatihan ganda seperti itu sudah ditradisikan sejak tahun 1968, namun untuk lebih menyeragamkan pelatihan tersebut ke tingkat provinsi dan kabupaten/kota, pemerintah telah mengeluarkan pedoman berupa Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) No. 065 Tahun 2015.

Pembentukan Formasi Pasukan

Pada dasarnya Paskibraka terdiri dari 3 tingkatan, yaitu tingkat Kota/Kabupaten, Provinsi, dan Nasional. Untuk tingkat Kota/Kabupaten yaitu melaksanakan tugas di Kota asal Paskibraka tersebut dengan inspektur upacara yaitu Wali Kota/setara. Pembentukan Tingkat Provinsi yaitu diseleksi dari kota-kota pada provinsi tersebut dan akan diutus ke ibukota provinsi dari kota-kota di provinsi daerah asal, Paskibraka pada tingkat ini melaksanakan tugas di ibukota Provinsi dengan inspektur upacara yaitu Gubernur/setara. Dan yang akhir yaitu tingkat Nasional yaitu Paskibraka yang diseleksi dari seluruh provinsi di Indonesia yang tiap-tiap provinsi akan mengutus satu putra dan satu putri terbaik dan tingkat ini melaksanakan tugas di Istana Merdeka Jakarta, dengan inspektur upacara yaitu Presiden Republik Indonesia. Paskibraka dibagi menjadi dua tim tugas yaitu pasukan yang melakukan tugas pagi sebagai pengibar bendera dan tugas sore sebagai pasukan penurunan bendera.
Formasi khusus Paskibraka yaitu:
  • Kelompok 17 berposisi di paling depan sebagai pemandu/pengiring dengan dipimpin oleh suatu Komandan Kelompok (Danpok). Kelompok 17 Ini seluruhnya merupakan anggota Paskibraka.
  • Kelompok 8 berposisi di belakang kelompok 17 sebagai pasukan inti dan pembawa bendera. Di kelompok ini terdapat 4 anggota TNI atau POLRI sebagai pengawal dan 2 putri Paskibraka sebagai pembawa bendera (sekarang hanya satu pembawa bendera), 3 putra Paskibraka pengibar/penurun bendera, dan 3 putri Paskibraka di saf belakang sebagai pelengkap/pagar.
  • Pasukan 45 berposisi di belakang kelompok 8 sebagai pasukan pengawal/pengaman dan merupakan anggota dari TNI atau POLRI dengan senjata lengkap. Untuk tingkat nasional (di istana negara), pasukan 45 terdiri dari anggota paspampres.
Pasukan yang melakukan pengibaran/penurunan bendera dipimpin oleh Komandan Pasukan (Danpas) yang posisinya di sebelah kanan Komandan Kelompok (Danpok) 17. Danpas merupakan perwira TNI atau POLRI minimal berpangkat letnan atau inspektur hingga kapten atau ajun komisaris polisi (AKP).



 note : organisasi adalah sebuah naungan untuk menyalurkan minat mengasah potensi untuk masa depan dengan di bekali organisasi akan memberikan effek yang bermanfaat.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Paskibraka
Read More

Tuesday, 19 April 2016

// // Leave a Comment

Materi Ajar, Kalimat tekanan contoh,rumus, dan keteranganya. B.indonesia serba -serbi bahasa indonesia





KALIMAT
II   MATERI AJAR
     Bahasa termanifestasi dalam bentuk kalimat. Kalimat terdiri atas unsur segmental dan unsur suprasegmental. Unsur segmental berupa rentetan bunyi yang dilambangkan dengan huruf yang diucapkan dengan lafal. Unsur suprasegmental berupa intonasi. Unsur terpenting dalam intonasi adalah : tekanan, nada, durasi, dan jeda/perhentian.
1.   Tekanan
     Tekanan/stress à keras-lembutnya bagian ujaran tertentu.
Dalam  bahasa-bahasa tertentu, tekanan berfungsi untuk membedakan arti. Misalnya, bahasa Arab, /la/ artinya ‘sungguh’ , sedangkan /la/  artinya ‘tidak’ . Dalam bahasa Batak Toba, /bontar/ artinya’putih’, sedangkan /bontar/ artinya ‘darah’. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, tekanan diberikan pada kata atau bagian tertentu dari kalimat yang dipentingkan atau dipertentangkan dengan kalimat lain.
Contoh :
-          Buku itu dibeli oleh paman
-          Buku itu dibeli oleh paman


2     Nada
     Nada/pitch à naik turun / tinggi rendahnya arus ujaran dalam pelafalan kalimat. Nada tinggi dipakai oleh yang sedang marah, sedangkan nada rendah dipakai oleh orang yang sedanga sedih. Nada memiliki peranan penting dalam pembentukan isi/jenis kalimat. Kalimat berita menggunakan nada akhir menurun, dilambangkan dengan tanda titik (.), Kalimat perintah menggunakan nada mendatar, dilambangkan dengan tanda seru (!). Kalimat Tanya menggunakan nada akhir naik, dilambangkan dengan tanda Tanya (?).
     3.  Durasi
     Durasi à panjang pendeknya waktu yang diperlukan untuk mengucapkan segmen bahasa.
Contoh :
-          Lukisan itu indah sekali.
-          Lukisan itu in__dah sekali.
-          Lukisan itu indah__ sekali.
4. Jeda /Perhentian
       Jeda merupakan kesenyapan antarbagian ujaran yang mengisyaratkan batas-batas satuan ujaran. Kesenyapan-kesenyapan itu dapat membatasi kata, frase, klausa, atau kalimat. Dalam bahasa tulis kesenyapan ditandai dengan : garis miring (/), tanda koma (,), titik koma (;), titik dua (:), tanda hubung (-), ataupun tanda pisah (--).

     Secara fungsional unsur-unsur segmental kalimat mengemban suatu fungsi, apakah sebagai subjek (S), predikat (P), objek (O), ataupun keterangan (K). Sebuah kalimat lengkap harus ada S dan P dengan intonasi selesai. Sedangakan kalimat tak lengkap intonasinya terasa tidak selesai.
    
Kalimat Lengkap
Bukan Kalimat Lengkap
-          Adegan itu menakjubkan.
-          Menakjubkan adegan itu
-       Adegan yang menakjubkan itu
-       Itu adegan

Bahasa baku merupakan salah satu variasi bahasa yang pada umumnya mengacu pada bahasa orang terdidik/terpelajar dalam situasi resmi/formal baik lisan maupun tulis dengan tidak menampakkan ciri kedaerahan atau asing.

          Bahasa baku sering digunakan dalam :
1)    Komunikasi resmi, misalnya surat resmi atau dinas, pengumuman resmi,perundang-undangan.
2)    Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, buku keilmuan, tesis, desertasi.
3)    Pembicaraan di lembaga, di sekolah, kuliah, rapat, konferensi, kongres, pidato kenegaraan.
4)    Pembicaraan dengan orang yang dihormati, dengan atasan, pejabat, guru/dosen, dengan orang yang baru dikenal.

Ciri-ciri Bahasa Baku :
     1). Menggunakan lafal, tekanan, intonasi yang sesuai dengan sistem bunyi bahasa Indonesia.
2)    Menggunakan penempatan jeda yang sesuai dengan satuan makna/sintaksisnya.
3)    Dalam bahasa tulis, harus sesuai dengan EYD dan Pedoman Pembentukan Istilah.
4)    Menggunakan kata-kata baku yang sesuai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menghindari pemakaian bahasa gaul, daerah maupun asing.
5)    Menghindari pemakaian bentuk-bentuk ketatabahasaan yang menyimpang dari kaidah baik morfologi maupun sintaksis.


Read More